Reminder 4 Better Life

Tuesday, September 16, 2008

Regret

Potongan memori lain dari kejadian hampir tepat 3 tahun yang lalu dalam hitungan tahun Hijriah..sebuah potongan cerita hidup yg seringkali aku coba tepis dari ingatan, karena rasanya masih terasa membuat galau setiap kali aku mencoba mengingatnya...
Tepat bulan ramadhan 3 tahun lalu... pada saat hari2 terakhir bulan ramadhan itu, istriku sedang hamil tua menanti kelahiran anak pertama kami...sementara itu di Bogor bapak sedang dalam perawatan intensif di Rumah Sakit PMI...waktu itu aku masih bekerja di sebuah perusahaan yang terkenal dengan produk-produk peralatan outdoor di negri ini..

Siang itu adalah hari terakhir bekerja sebelum liburan panjang... setelah menyelesaikan pekerjaan terakhir hari itu, yaitu membungkus dan merapihkan hardware-hardware komputer agar terhindar dari kerusakan pada saat ditinggalkan untuk liburan panjang, aku segera pulang memacu sepeda motor ku untuk segera sampai di rumah.hari itu aku akan dijemput sebuah travel terkenal di kota ini untuk pulang ke bogor seorang diri, yah aku nggak berani mengambil resiko untuk membawa istriku ikut pulang karena usia kehamilannya.
sementara aku harus segera pulang karena bapak minta aku pulang untuk mendampingi pada saat menjalani cuci darah, yah... setelah lebih dari satu tahun keluar masuk rumah sakit akhirnya bapak mau juga menjalani cuci darah, awalnya cuci darah di jadwalkan untuk di lakukan hari itu, tapi bapak berkeras kalo aku harus mendampingi, sementara aku hari itu menjadi penanggung jawab kegiatan pengepakkan pelatan komputer di kantor. yah jadilah cuci darah tersebut di jadwalkan esok hari....
singkat cerita aku sudah berada dalam mobil penjemput travel untuk membawa ku ke pool travel tersebut dan kemudian melanjutkan perjalanan ke bogor. jalur Ujung Berung menuju Pasteur hari itu sangat padat sehingga supir harus mencari jalur-jalur alternatif. rasanya baru sekitar 10-15 menit aku berada dalam travel ini, telepon cellular ku berdering.. a rahmat dengan sedikit gugup menanyakan aku sudah sampai dimana... "mi... bapak kritis..., coba fahmi bimbing bapak babacaan..."
aku nggak tau bagaimana menggambarkan perasaanku saat itu, seumur hidup aku tidak pernah merasakan itu... saat itu telpon di sebrang sana aku tau sudah berpindah ke telinga bapak, sayup-sayup aku bisa mendengar suara-suara tangisan di ruangan kamar rumah sakit tempat bapak terbaring... terpatah-patah aku berusaha membimbing bapak mengucapkan asma-asma allah.... lemah bisa terdengan suara bapak mengikuti mengucapkan allaahuakbar.... subhanallah...laa ilaaha illallaah... kejadian bagai mimpi itu berjalan sekitar 5 menit... di ujung sana kembali ku dengar suara rahmat... "udah dulu de, kayaknya udah agag tenang....., sambungan pun kami tutup....perasaan itu masih disana... aku merasa tidak berada dalam alam kesadaranku... tapi aku masih bernafas.. masih terduduk.. dan masih mentap kosong kedepan...tak lama telpon ku kembali berbunyi.... kali ini suara teh dian terdengar di ujung sana... tapi di belakangnya aku bisa mendengar tangisan kencang bahkan histeris... sepersekian detik suara teh dian terdengar jelas..."De... bapak udah nggak ada....."
...................................................
aku masih sadar saat itu... tapi aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi saat itu, selama tiga tahun terakhir ini memori ini terus kutepiskan, dan saat ini aku tidak bisa mengingat bagaimana perasaanku saat itu....yang aku ingat dalam kejadian setelah itu adalah aku menelpon om narko (adik bungsu bapak) dan menelpon istriku, aku menunggu istriku di lapangan gasibu untuk kemudian janjian dengan om narko di jl. pasteur untuk kemudian pergi ke bogor bersama menggunakan mobilnya....
waktu kecil aku adalah anak yang sangat cengeng, begitu mudah menangis ketika dimarahi mamah atau salah satu kakakku menjailiku atau ketika aku berkelahi dengan teman sebayaku, sebetulnya aku masih cengeng... aku masih sering menitikkan air mata ketika menonton film-film atau membaca novel-novel ber-happy ending..tapi saat itu aku tidak menitikkan air mata... bukan berarti aku tidak sedih... entahlah kenapa air mataku tidak menetes... tapi saat itu hatiku kutau menangis keras sekali... satu hal yang masih kurasakan hingga sekarang adalah penyesalan... yah the biggest regret in my life... mungkinkah seandainya aku tidak lebih mementingkan hal lain dan pulang lebih awal hingga bapak bisa menjalani hemodialisis.. mungkin saat ini bapak masih ada.....???? penyesalan semakin membuncah ketika dalam perjalanan menuju bogor teh yuli dan a ramat menelpon menanyakan apakah aku rela tidak menghadiri pemakaman bapak, karena yah memang memakamkan adalah suatu hal yang harus disegerakan..... hati busukku berprasangka... apakah aku tidak layak menghadiri pemakaman bapak karena apa yang sudah terjadi?... karena aku satu-satunya anak bapak yang tidak ada disana untuk melihat bagaimana bapak terakhir kali menutupkan mata ketika malaikat maut mencabut nyawanya....???
bukan... bukan berarti aku tidak ikhlas.. bukan berarti aku tidak bisa merelakan kepergian bapak... aku sangat menyadari setiap manusia pasti akan mati... dan ketika saat itu datang tidak ada seorang manusiapun punya kuasa untuk menahan atau menangguhannya...akupun sangat memahami dan menyetujui bahwa memakamkan adalah suatu hal yang harus disegerakan... bahkan aku ingat hal pernah mendiskusikan hal itu bersama bapak...yaah.. bukan... aku sangat ikhlas dan siap melepas kepergian bapak... setelah beberapa tahun berjuang dengan sakitnya ini, bapak telah sukses mengantarkan kami anak-anaknya dalam kehidupan ini... yah.. dengan pekerjaannya sebagai guru sekolah dasar dan mengelola sebuah yayasan pendidikan bapak telah mengantarkan sembilan anaknya ke taraf kehidupan yang baik, kami semua mengecap pendidikan yang baik hingga ke perguruan tinggi, kami pun tidak kekurangan pendidikan agama dan kami semua saat itu sudah menikah...akupun sangat rela tidak dapat menghadiri peamakaman bapak... karena aku paham bahwa hal itu harus disegerakan, lagipula menurut kakak-kakakku saat itu sudah banyak sekali pelayat yang datang dan siap menghadiri pemakaman bapak, aku sama sekali tidak berhak membut jasad bapak menungguku... dan membuat orang membatalkan niatnya ikut menghadiri pemakaman karena harus nenunggu sampai esok hari.. dan aku tidak berhak menahan kesedihan keluargaku lebih lama dengan meyaksikan jasab bapak terbaring di tengah ruang tamu malam itu... dan aku tahu satu-satunya hal yang dapat kulakukan dan bermafaat untuk bapak adalah memanjatkan do'a untuk keselamatannya dialam sana... yah aku sangat ikhlas tidak dapat menghadiri pemakaman bapak...
penyesalan ini adalah penyesalan untuk diriku sendiri, penyesalan akan ketidakmampuanku memutuskan mana yang lebih baik ketika harus memilih untuk segera pulang, yah memang seharusnya saat itu aku memilih untuk segera pulang. bagaimanapun waktu tidak dapat di-rewind... aku hanya bisa menyimpan penyesalan ini entah sampai kapan dan menjadikannya sebuah pelajaran dengan berhenti menepiskan ingatanku akan hal ini...
malam ini aku mencoba mengenang bapak dari potongan-potongan memori yang tersimpan....

3 Comments:

Post a Comment

<< Home